Menang Gugatan atas KCN, KBN Selamatkan Aset Negara

Potensi kerugian negara sekitar Rp 55,8 triliun akibat konsesi yang dilakukan di luar kewenangan, juga bisa dihindarkan.

Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada hari Kamis, 9 Agustus 2018 akhirnya memenangkan gugatan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau KBN terhadap PT Karya Citra Nusantara (KCN), Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) V Marunda, dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU).

Hakim menyatakan bahwa obyek sengketa yaitu perjanjian konsesi selama 70 tahun antara PT KCN dan KSOP V Marunda terhadap aset PT KBN di Pelabuhan Marunda merupakan perbuatan melawan hukum, cacat hukum, tidak mengikat dan tidak sah, serta batal demi hukum.

Hakim membatalkan konsensi itu karena menilai bahwa wilayah usaha Pier I, Pier II, Pier III dan bibir pantai sepanjang kurang lebih 1.700 meter merupakan milik sah PT KBN. Karena itu, hakim juga membatalkan perjanjian konsesi HK.107/1/9/KSOP.Mrd-16 Nomor: 001/KCN-KSOP/Konsesi/XI/2016 tentang Pengusahaan Jasa Kepelabuhan Terminal Umum Karya Citra Nusantara. Perjanjian ini diteken KSOP V Marunda Kementerian Perhubungan dan Karya Citra Nusantara pada 29 November 2016.

Dengan putusan ini, maka PT KCN tak berhak lagi untuk mengelola Terminal Umum Pelabuhan Marunda. “Memerintahkan tergugat I (PT KCN) dan tergugat II (KSOP V Marunda) untuk tidak melakukan pembangunan dan pemanfaatan maupun kegiatan/aktivitas apa pun di wilayah Pier I, Pier II, dan Pier III, hingga perkara ini memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap,” kata Hakim Ketua Andi Cakra Alam dalam amar putusan.

Dengan putusan ini, maka potensi kerugian negara akibat hilangnya aset negara serta potensi lenyapnya pendapatan negara senilai kurang lebih Rp 55,8 triliun bisa dihindari. “Saya semata-mata (melakukan upaya hukum ini sebagai usaha) penyelamatan harta negara, aset KBN, harta negara. Prinsip dasarnya adalah penyelamatan aset negara,” ujar Direktur Utama PT KBN (Persero) Sattar Taba.

Menurut Sattar, permasalahan hukum ini semula berawal dari pembentukan PT KCN yang merupakan anak usaha hasil kerja sama antara PT KBN dan PT KTU pada 2004. Perjanjian kerja sama pendirian perusahaan patungan PT KCN  ini kemudian ditandatangani sesuai perjanjian No. 04/PJ/DRT/01/2005, pada 28 Januari 2005. Komposisi kepemilikan sahamnya adalah, PT KBN 15 persen dan PT KTU 85 persen.

Pembentukan PT KCN sebagai pengelola dan pengembang sebenarnya telah menimbulkan tanda tanya. Pada 2014 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit dan menghasilkan temuan, bahwa kerja sama pendirian PT KCN ini tidak sesuai dengan ketentuan dan penyelesaiannya berlarut-larut.

Karena itu, BPK memberikan rekomendasi kepada Direksi PT KBN. “Agar Direksi segera melakukan langkah dan tindakan yang jelas dan tegas untuk menyelesaikan pengelolaan pelabuhan pada PT KCN sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” demikian bunyi rekomendasi BPK.

Berdasarkan temuan dan rekomendasi BPK tadi, maka PT KBN melakukan tindak lanjut dan melakukan renegosiasi dengan PT KCN. Ini pun sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN RI Nomor PER-13/MBU/09/2014 tanggal 10 September 2014, bahwa terhadap aset-aset yang dinilai merugikan negara harus dilakukan renegosiasi dengan PT KTU.

Hasilnya, 50 persen dari Pier II dan 100 persen dari Pier III disisi utara lahan C-01 kawasan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara dikembalikan kepada PT KBN pada 30 Mei 2014. Berita acara peristiwa ini ditandatangani Direksi PT KTU dan PT KBN.

Selain itu, dilakukan pula penandatanganan Adenddum III Nomor: 001/ADD/SPKS/DRT.5.3/10/2014 pada 9 Oktober 2014, di mana porsi kepemilikan saham PT KCN berubah menjadi: Saham PT KBN dari 15 persen menjadi 50 persen. Saham PT KTU dari 85 persen menjadi 50 persen. Kedua hal tadi kemudian disahkan dalam RUPSLB PT KCN dan kemudian disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Namun, permasalahan ternyata semakin bertambah ketika pada 2016, aset KBN di wilayah Marunda dikonsesikan oleh PT KCN kepada KSOP V Marunda. Parahnya lagi, konsesi ini dilakukan tanpa persetujuan KBN, serta Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta sebagai pemilik saham PT KBN. Pada 29 November 2016, PT KCN menyerahkan aset PT KBN tersebut dengan menandatangani perjanjian konsesi selama 70 tahun No. HK.107/1/9/KSOP.MRD-16 dan No. 001/KCN-KSOP/Konsesi/XI/2016 dengan KSOP V Marunda.

Anehnya, pada perjanjian konsesi selama 70 tahun itu, pembagian hasil keuntungannya adalah 95 persen untuk PT KCN, dan hanya 5 persen untuk KSOP V Marunda. Jadi, menurut Sattar, tidak benar bahwa keuntungan akan dinikmati oleh negara.

Bertambah parah, karena pengalihan melalui konsesi ini dilakukan tanpa melalui Keppres, tanpa persetujuan Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta, sebagai pemegang saham PT KBN, dan tanpa sepengetahuan PT KBN. Ini menurut Sattar merupakan pelanggaran.

“Karena, KBN sendiri tidak berhak untuk mengalihkan. Menurut PP No 22 Tahun 1986 kami hanya sebatas menyewakan ke pihak lain, tidak bisa mengalihkan. Kalau mau dialihkan harus dengan Keppres. Sesuai isi Keppres (No. 11 tahun 1992) mengurangi atau menambah wilayah usaha itu, harus dengan Keppres, tidak boleh tidak,” jelas Sattar.

Maka, Sattar menambahkan, dampak dari konsesi sangat jelas: aset negara akan hilang. Selain itu, jika konsesi antara KCN dan KSOP V Marunda selama 70 tahun dilanjutkan potensi pendapatan sebesar Rp 55,8 triliun hilang.

Hingga saat ini saja, menurut Sattar, sudah cukup besar nilai asset KBN yang telah dimanfaatkan oleh PT KCN. Mulai dari penggunaan kawasan laut yang ada di Keppres 11/1992, infrastruktur dan fasilitas keluar masuk dermaga, hingga bibir pantai HPL 1 dan 3 Cilincing milik KBN. Sehingga, total nilai aset yang telah digunakan dalam konsesi itu senilai Rp 1,820 triliun lebih.

Itu sebabnya, selain memutuskan bahwa konsesi antara KCN dan KSOP V Marunda batal demi hukum, Pengadilan Negeri Jakarta Utara juga menghukum tergugat I (PT KCN) dan tergugat II (KSOP V Marunda) untuk bertanggung jawab secara tanggung renteng membayar kerugian kepada PT KBN secara materiil sebesar Rp 773 miliar lebih.

“Pengadilan juga memerintahkan tergugat I dan II untuk tidak melakukan pembangunan, pemanfaatan, maupun aktivitas apapun di wilayah usaha PT KBN yang meliputi bibir pantai sepanjang sekitar 1.700 meter mulai dari Cakung Draine sampai Kali Blecong, Pier I, Pier II, dan Pier III, hingga perkara ini memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap,” kata Hakim Andi Cakra Alam dalam amar putusan yang dibacakan pada Kamis, 9 Agustur 2018 lalu.

Keadilan ditegakkan, aset negara pun terselamatkan. Potensi kerugian sebesar Rp 55,8 triliun juga bisa dihindarkan. (Sumber: Majalah TEMPO)