Peluang dan Tantangan Industri 4.0

Kunci untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam menghadapi revolusi industri 4.0 adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa SDM yang baik, bangsa ini akan sulit mengimbangi kemajuan teknologi.

Demikian disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada acara Tempo Economic Briefing 2018 di Jakarta, Kamis, 15 November 2018. Acara itu menyoroti tema Meningkatkan Daya Saing Indonesia dengan Revolusi Industri 4.0.

Acara Tempo Economic Briefing 2018 dihadiri Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, pengamat ekonomi Faisal Basri, dan pelaku industri di bidang telekomunikasi, Arya Damar.

Sekretaris Perusahaan PT. Kawasan Berikat Nusantara (Persero) Toha Muzaqi turut hadir bersama Kepala Divisi Perencanaan dan Pengawasan PT KBN, Lusi Erniawati.

Menurut Wapres, revolusi industri membuat dunia ekonomi berubah dengan cepat. Perubahan tersebut ditakuti oleh semua negara, termasuk negara besar. Sebab, revolusi industri mengubah inti dari ekonomi saat ini menjadi sebuah persaingan. Setiap negara berlomba menjadi yang terbaik dengan menawarkan layanan cepat dan murah.

Revolusi industri 4.0 yang memicu persaingan itu terlihat dari gelagat negara-negara besar. Negara kapitalis seperti Amerika kini mulai menutup diri. Sementara negara komunis seperti Cina justru mempraktekkan ekonomi terbuka.

Jusuf Kalla mengatakan Brexit juga merupakan manifestasi dari ketakutan terhadap persaingan dunia di tengah Revolusi Industri. "Bisakah Inggris bersaing dengan negara-negara Eropa lainnya sehingga dia ingin keluar," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla seperti dikutuip dari tempo.co.

Menurut Jusuf Kalla, tantangan terpenting bagi Indonesia untuk menghadapi revolusi industri 4.0 adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

"Dengan kelebihan penduduk seperti ini, maka tidak semua bisa diharapkan dengan mesin karena investasi masih mahal, pemeliharaan mahal. Oleh karena itu yang penting saat ini skill sumber daya manusia," kata Kalla.

Kemampuan sumber daya manusia Indonesia saat ini, lanjutnya, masih menjadi kendala. Dia mencontohkan soal tes calon pegawai negeri sipil (CPNS). Berdasarkan laporan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refomasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin pagi ini, pelamar yang lolos tes kemampuan dasar CPNS masih minim.

"Dari 4 juta pelamar yang boleh ikut tes 1,8 juta orang, dari 1,8 juta orang yang bisa lulus hanya 8 persen sekitar 100 ribu, padahal yang dibutuhkan 200 ribu," kata Kalla.

Dari tes CPNS itu terlihat masih ada gap yang besar antara Jawa dan luar Jawa. Namun pemerintah terus berupaya menekan gap itu.

Kalla mengatakan revolusi industri 4.0 dengan teknologi yang maju tidak mungkin dihalangi. Karena itu Indonesia perlu masuk dan bersaing di dalamnya. Menurut dia, persaingan tersebut tidak mudah, tidak murah, dan tidak cepat, karena butuh waktu belajar.

Menurut Jusuf Kalla, yang memiliki kekhawatiran untuk bersaing di revolusi industri 4.0 bukan hanya Indonesia. Negara lain seperti Amerika Serikat, Inggris pun khawatir. (*)